22


Baling-baling kipas terus memanjakanku dengan anginnya. Kalaulah ada daftar pahlawan tanpa tanda jasa, maka kipas angin yang duduk manis di pojok meja belajar ini pasti akan merebut satu tempat, kalaupun bukan sebagai juara. Bukan juga sebagai juru kunci dalam daftar pahlawan tanpa tanda jasa versi Helena. Bagaimana tidak, selama setahun sepuluh bulan, dia lah yang menemaniku. Bahkan dalam malam yang hening, dimana tulang-tulang sanggurdi-ku diam makan gaji buta.


Halo semua, apa kabar? Bagaimana penggalan paragraf di atas? Masih terdengar kurang puitis kah? Entah kenapa, sehabis membaca buku kumpulan cerpen pilihan kompas 2014, saya jadi ikut terbawa sastra yang (menurut saya) sangat indah dan genit menggoda mata saya, sampai saya ogah tidur.


Pasti banyak di antara kalian (walaupun yang saya tau pembaca blog saya hanya segelintir orang yang akhirnya mengunjungi blog ini karena saya suruh) bertanya-tanya, kenapa Helena begitu lama jeda menulis unggahan untuk blognya? Saya bukannya malas, tapi akhir-akhir ini makin sibuk. Kalau ada yang tanya, “Helena lagi sibuk apa nih?” Maka jawaban saya, “Lagi sibuk memperbaiki hidup.”




September lalu saya genap berusia 22 tahun. Saya rasa gak ada yang spesial dengan angka 22. Wong legal age itu singgah di 21. Batas minimal usia menikah juga sudah lewat. Apa umur 22 sudah boleh dikatakan tua? Well, buat saya yang barusan membuka facebook dan ternyata baru di-add oleh guru fisika SMA saya yang ternyata sudah 5 tahun lalu terakhir membuat saya hampir terpental karena gaya sentripetal, ya… sudah tua. Sudah lama ternyata, terakhir kali saya pakai rok putih abu-abu. Dalam hati saya pikir, gak terasa ya udah tua. Udah boleh dong, kasih beberapa wejangan kehidupan?

Untuk siapapun kamu, yang ngasih pertanyaan di askfm, terima kasih. Saya tahu jarak kamu mengirim pertanyaan anonim (yang buat saya a lil’ bit coward, sorry)  dengan waktu saya menjawab sangat lama. It took me a year to sum up my words. Jadi terima kasih. Dan maaf juga. Maaf lama membuat kamu lama menunggu.

Jadi apa pelajaran terpentingnya? Menilik ulang kata ‘terpenting’ pastilah hanya satu. Yang paling penting. Bukan cuma sekumpulan pelajaran penting. Tapi berhubung karena saya cerewet (dan peduli sama kamu), saya bakal bagikan beberapa pelajaran penting di usia saya yang baru saja 22 ini.

First thing first, love your body. Trust me, meskipun umur saya masih tergolong muda, tapi kalau saya bilang cintai tubuhmu, percaya aja. Meskipun kapasitas saya cuma seorang dokter muda. Saya ingat waktu seorang teman bilang, “Mbak, es kosongnya satu ya,” the next thing I did was, “Dev, memangnya minuman es gosong ada di menu?”

Baik teman saya dan mbak-mbak pramusaji ketawa terbahak-terbahak.

Saya mungkin keasyikan dengar musik dengan volume penuh sambil terbawa emosi waktu Danny O’Donoghue ngelempar-lempar mic, semaput habis ditinggal pacar. Dan saya tahu rasanya, rasa sakit yang dilalui tiap tahap dalam penggalan lagu Six Degrees of Separation. Tapi yang saya lupa adalah, pentingnya menjaga tubuh saya. Gimana cara menjaganya? Banyak cara. Salah satunya, kurangin pakai headset, apalagi dengan volume kencang. You will thank yourself years later.

 Eat clean. Eat clean starts from grocery shopping (tas saya tidak termasuk)

Pelajaran kedua, educate yourself. In every aspect in this life. Saya teringat dengan tatapan heran audience waktu saya menyampaikan pidato Ice Breaker pertama saya di Toastmaster. Ada yang bilang, “Jarang-jarang ada anak kedokteran yang mau ikut.” Well, what I can say, saya orang yang pemalu dan sering gagap kalau ngomong di forum. Dan ternyata, kemampuan komunikasi merupakan salah satu dari kriteria five star doctor!

Expanding horizons, extending your networking

Yang ketiga, fall in love when you are ready, not when you are lonely.

Halah, masih juga 22 tahun. Tau apa soal cinta,hah? Bisa ngomong apa soal hati? Masih juga anak bau kencur… (yang kalau awal bulan kepengen bisa kecipratan harumnya L’Occitane tapi mundur pas liat price tag-nya)

So damn right

Yang saya tahu sebagai anak umur 22 tahun dan mulai resah kasak-kusuk karena wisuda cuma ditemenin ortu dan teman sebelah udah pada nyebar undangan yang isinya ‘Will you be my bridesmaid?’ adalah: Learn to love when you are ready. Learn to enjoy solitude. Agak curcol sih, tapi kalau kemaren saya mengiya-kan ajakannya, mungkin unggahan tulisan ini gak bakalan ada. Mungkin jadwal saya sebagai petani di Multatuli tergeser karena gak sabar mau skype-an tiap weekend. Mungkin manual project saya isinya soal cinta melulu. Mungkin saya sibuk mikirin dia gimana di tengah kabut asap kota Jambi (yang pastinya menambah banyak catatan pasien URTI*). Mungkin.. saya bukan Helena yang sekarang.


Kalau nanti aku sudah jadi perempuan yang lebih baik, aku sendirilah yang akan datang..

Yang keempat (sudah mulai bosan belum?), forgive yourself. Please. Forgive yourself. I beg you to forgive yourself. I beg you to own that such ability to forgive yourself, or even greater, to forgive others. I beg you to master the art of this life. I beg you to hesitate to turn around, as your old pages won’t be updated, no matter how often you visit them.

Kelima, be happy for others. Kadang kita begitu picik, begitu suka dengan perbandingan. Tumbuh dan besar di lingkungan yang kompetitif membuat kita cenderung self-centered. And if the center shifts to the other side, it brings you down. No honey, in fact, it will broaden your area. Sama seperti waktu  saya lihat seorang teman yang cantiiiiik banget (saya masih normal, btw). Butuh proses panjang untuk saya, untuk berhenti membandingkan diri saya dengan dia dan mengakui cantiknya ciptaan Tuhan yang satu itu. Saya masih harus lebih banyak belajar untuk mengakui kehebatan orang lain tapi tetap mensyukuri yang ada dalam diri saya.


Is beauty even counted as success?


Almost reach the end, the sixth, adjust your sail. Saya ingat percakapan sore tadi di radio dengan teman-teman penyiar yang isinya biarkan hidup mengalir seperti air, tapi jangan terbuai, putar kemudi ke arah yang kita tuju.

Gampang rasanya buat duduk di starbucks dan pesan iced caramel chocolate. Buat beli sepatu Kickers. Buat merengek biar dikasih mejeng ke luar negri. Will it make you a better person? Will it make you a more mature creature (since you’re adopting adults’ lifestyle)? 

Not really.


Adjust yourself. Finish your school. Get employed (or build your own business). Save your paycheck. Start thinking of buying a house. Start searching for tips for cheap sweet escape made by your own money. Start giving to the community. Start calling your parents and ask them if they are okay (or if they are a bit lonely). Start paying your elders a visit. Start coming in time for the mass (you know your future mother in law doesn't like the church latecomer). Start crossing out your to-do list one by one. Go out. Smile at people. Thank them, bahkan abang tukang becak sekalipun.

Dan yang terakhir, biarkan hidup mengalir apa adanya. Sekalipun saya panjang lebar cerita, dan mungkin kamu juga udah lebih mahir soal kehidupan daripada saya, pakailah senimu sendiri. Selalu berusaha untuk memantaskan diri buat hal yang memang pantas untukmu.



Saya tutup tulisan saya kali ini dengan rasa terima kasih sudah memercayakan saya membagikan sedikit banyak pelajaran kehidupan. Selamat malam. Selamat mengulang hidup esok hari dan berkarya untuk Sang Empunya malam.


Blessings,

Helena






*URTI: Upper Respiratory Tract Infection

Komentar

  1. Cara penulisanmu T O P cuy. Tadi masih baca bagian awal aja, eh taunya udah habis aja artikelnya. Aku suka tentang mencintai tubuh, banyakkan orang sekarang merawat dan mempercantik diri hanya untuk orang lain / pengakuan / apalah yang mereka incar. Mereka yang terlalu takut dengan atmosfir lingkungannya dan tidak sempat mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer